Senin, 21 Maret 2011

Diare : Food and Water Borne Disease



Diare : Food and Water Borne Disease
Post on Maret 21, 2011 by Riza Berdian Tamza
Riza Berdian Tamza
E2A009138/ R2
DSalah satu penyakit food and water borne disease adalah diare.
I.                   Definisi
Diare adalah adalah kondisi di mana terjadifrekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebihdari 200 gram per hari) dan konsistensi (fesescair . Pada definisi ini elas men ebutkan frekuensi diare terjadi lebih dari 3 kali dalam sehari  (Smeltzer 2002)
Diare juga merupakan keadaan frekuensi buangair besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebihdari 3 kali pada anak dengan konsistensi fesesencer dapat berwarna hijau atau dapat pulabercampur lendir dan darah atau lendir saja  (WHO 1980)
Definisi diare yang diberikan oleh Depkes RI(2003) adalah penyakit yang ditandai denganperubahan bentuk dan konsistensi fesesmelembek sampai mencair dan bertambahnyafrekuensi buang air besar (BAB) lebih banyakdari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam shari).

II.                Epidemiologi

a.               Prevalensi diare berdasarkan umur menurutdata dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional(RISKESDAS) tahun 2007, diare tersebar disemua kelompok umur dengan prevalensi terdeteksi pada balita 16,7%.

b.              Prevalensi diare 13% lebih banyak di perdesaandibandingkan perkotaan,cenderung lebih tinggipada kelompok pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT rendah.

c.       Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastisdibandingkan dengan jumlah pasien diare padatahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. 

d.      Diawal tahun 2006 tercatat 2.156 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibatmenderita diare. Melihat data tersebut dankenyataan bahwa masih banyak kasus diareyang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat local dan nbasional karena punya dampak besar pada kesehatan masyarakat.(Depkes RI 2008).


III.                              Etiologi
A.    Host
Menurut prevalensi yang didapat dari berbagaisumber, salah satunya dari hasil Riset KesehatanDasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun 2007,penderita diare di Indonesia berasal dari semuaumur, tetapi prevalensi tertinggi penyakit diarediderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia lebih dari 75 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi antarapenderita dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir sama.

Masyarakat yang menderita diare dapat berasal dariberbagai jenis status sosial ekonomi dan berbagaipekerjaan, namun, prevalensi tertinggi penyakit inididerita oleh masyarakat yang tidak bekerja dan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dan buruh.

B.     Agent
Entamoeba hystolitica
 Infeksi terjadi karena tertelannya kista dalammakanan dan minuman yang terkontaminasi tinja.             Kista yang tertelan mengeluarkan trofozoid dalam usus besar dan memasuki sub mukosa.

Trichuris trichiura
Disebut juga cacing cambuk dan menimbulkanpenyakit
trikuriasis


C.     Environment
penyebaran penyakit diare
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Air tercemar oleh tinja
Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidaksemestinya

CARA PENANGGULANGAN (CONTROL)
Pada penderita
  1. Minum dan makan secara normal untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
  2. Untuk bayi dan balita, teruskan minum ASI.
  3. Garam oralit.
Contact person
1.      Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting : sebelum dan sesudah makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak, sebelum menyiapkan makanan.
2.      Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merbus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi.
3.      Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, dll).
4.      Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik.
5.      Meningkatkan sanitasi lingkungan


Daftar Pustaka
Sardjana. Hoirun Nisa. 2007.Epidemiologi PenyakitMenular Jakarta.UIN
Journal Medica Nusantara vol.27 no.2 april-juni 2006.”diare akut pada anak.,Setia Budi S.,Departemen ilmu kesehatan anak FK UH/RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo-Makassar”).
Suharyono. 1991. Diare Akut Klinik dan Laboratorium. Jakarta: Rineka Cipta.
Soeparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Soemirat, J,. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
www.library.usu.ac.id/diakses pada tanggal 17 Maret 2011.

Minggu, 20 Maret 2011

Flu Burung (H5N1) : Air Borne Disease



Flu Burung, Contoh penyakit Air Borne Disease

I Definisi
Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang menyerang burung/unggas/ayam . Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh virus influenza dengan kode genetik H5N1 (H=Haemagglutinin, N=Neuramidase) yang selain dapat menular dari burung ke burung ternyata dapat pula menular dari burung ke manusia.

II Epidemiologi
1.      Penyebab

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N) . Kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 Celcius  dan lebih dari 30 hari pada 0 Celcius. Virus akan mati pada pemanasan 60 Celcius selama 30 menit atau 56 Celcius selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin.

2. Gejala
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
a. Gejala pada unggas
- Jengger berwarna biru
- Borok di kaki
- Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia
- Demam (suhu badan diatas 38 Celcius)
- Batuk dan nyeri tenggorokan
- Radang saluran pernapasan atas
- Pneumonia
- Infeksi mata
- Nyeri otot

3. Masa Inkubasi
- Pada Unggas : 1 minggu
- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .


4. Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas kemanusia, melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya.

5. Penyebaran
Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain,Hongkong,Belanda,Vietnam,Thailand.






    III  Etiologi
           Host dalam flu burung adalah manusia
           Agen : Flu burung merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh virus avian          influenza(H5N1)yang tergolong dalam katagori virus flu A yang artinya virus ini dpt mnjangkiti    manusia dan hewan.
          Environment :
1.      Lingkungan biologi : daerah yang diserang oleh virus ini adalah organ pernafasan dalam,hal itulah yang membuat angka kematian akibat pnyakit ini sangat tinggi
2.      Lingkungan Fisik :- suhu,daya tahan tubuh seseorang secara tidak langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus menjangkiti seseorang.
-          Musim,factor kebiasaan burung yang bermigrasi ke daerah yang lebih hangat pada saat musim dingin.
-          Tempat tinggal,apakah tempat tinggal seseorang dekat dengan peternakan unggas atau tidak
IV Pengendalian
      Kontrol : Pengendalian terhadap agen yaitu dengan menjauhkan unggas dengan menjauhkan                 unggas dengan hostnya dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian
Melalui : agen penyakit meliputi :
-           tidak berkontak langsung dengan unggas
-          Mencuci tangan sesudah memegang unggas
-          Membersihkan kotoran ungga
Host meliputi :
-           melepas pakaian kerja setelah dari kandang unggas
-          Menggunakan APD jika dikandang Unggas
3.      Eliminasi yaitu dengan melakukan surveilans epidemiologi

Daftar Pustaka
Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas kedokteran UI.: Jakarta.
Library.depkes.go.id
info@infeksi.com//rs.suliantisaroso

Dipostkan pada tanggal 20 maret 2011
Riza Berdian Tamza
E2A009138

Rabu, 01 Desember 2010

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) EPIDEMIOLOGI



KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
1.      Apa saja criteria suatu kejadian penyakit dikatakan wabah / KLB ?
2.      Apa yang dimaksud Herd Imunnity?
3.      Apa yang seharusnya kita lakukan agar fenomena wabah / KLB dapat dicegah?

Jawab :
1.      - Timbulnya penyakit menular yang sebelumnya tidak ada
-Peningkatan kejadian penyakit terus menerus selama tiga kurun waktu
-Peningkatan penyakit 2 kali lipat / lebih
-Jumlah penderita dalam 1 bulan 2 kali lipat bila dibandingkan periode sebelumnya

2.      Adalah yang mempengaruhi rendahnya factor itu, sebagian masyarakat  sudah tidak kebal lagi, atau antara yang kebal dan tidak mengelompok sendiri
3.      –Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
  Fungsinya : pengumpulan data
                       Analisa
                       Penarikan kesimpulan
–Melaksanakan penanganan wabah
   Fungsinya : ditujukan kepada penderita
                        Ditujukan kepada masyarakat
                        Ditujukan kepada lingkungan
–Menetapkan berakhirnya  keadaan wabah
   Fungsinya : Pengumpulan data
                        Analisa data
                        Penarikan kesimpulan
–Pelaporan  wabah yang meliputi hasil dari ketiga kegiatan di atas
  Fungsinya : untuk perencanaan-perencanaan program pelaksanaan
rencana penanggulangan wabah itu sendiri sebagai referensi penanganan     wabah bila terjadi hal yang sama dikemudian hari.

 Riza Berdian Tamza
E2A009138

Jumat, 26 November 2010

BAGAIMANA CARA MELAKUKAN SURVEILANS DBD



BAGAIMANA CARA MELAKUKAN SURVEILANS  DBD


            Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagai bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemiologi. Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, Propinsi dan Pusat.

 RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN

Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra    

1.      Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
2.      Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
 Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
3.      Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
4.      Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
5.       Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes eigepty.




CARA PENANGGULANGAN DBD
1. Menutup
Menutup adalah memberi tutup yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi, toren air, botol air minum dan lain sebagainya.
2. Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti kolam renang, bak mandi, ember air, tempat air minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
3. Mengubur
Mengubur adalah memendam di dalam tanah untuk sampah atau benda yang tidak berguna yang memiliki potensi untuk jadi tempat nyamuk dbd bertelur di dalam tanah.
Plus Kegiatan Pencegahan :
- Menggunakan obat nyamuk / anti nyamuk.
- Menggunakan kelambu saat tidur
- Menanam pohon & binatang yang dapat mengusir/memakan nyamuk dan jentik nyamuk.
- Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk dengan mengatur ventilasi dan pencahayaan.
- Memberi bubuk larvasida pada tempat air yang sulit dibersihkan.
- Tidak menggantuk pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan hordeng dan perabot gelap yang bisa jadi sarang nongkrong nyamuk, dll.

Program surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit yang dilakukan dengan cara meminta laporan kasus dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan penelitian epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan perumahan; dan limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas dilakukan oleh petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam upaya memutus mata rantai penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan internal, misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan sebagaimana mestinya dalam melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan peningkatan dan penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada kaitannya dengan beberapa hal berikut:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali
3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
4. Peningkatan sarana transportasi

 Riza Berdian Tamza
E2A009138